Tulisan
kali ini bukan sebuah perbandingan mana yang lebih baik atau menyenangkan,
melainkan sebagai satu pelajaran penting untuk selalu bersyukur atas apa yang
kita jalani setiap hari. Di manapun tempatnnya, dalam kondisi apapun, semoga
syuku selalu dilimpahkan kepada kita sebagai manusia yang selalu merasa kurang
ini.
Ramadhan
di kota rantau tahun lalu, penuh warna dan hal-hal baru. Apa-apa yang dulu
tidak dirasakan ketika menjalani di ramadhan di rumah. Sedang tahun ini,
ramadhan kembali dijalani di rumah asal, di Jombang.
Ramadhan
tahun lalu di Surabaya, di kota rantau pertamaku bersama seorang sahabat
sekaligus rekan kerja. Kami tinggal berdua di sebuah rumah di salah satu komplek
daerah Waru, hanya berdua di rumah yang cukup besar. Daerah komplek tempat kami
tinggal cukup jauh dari pasar maupun pusat perbelanjan. Sehingga, ketika buka
puasa ataupun sahur, kami harus berkeliling cukup jauh sampai menemukan pusat
makanan.
Saat berbuka,
aku dan sahabatku sering sekali berkeliling masjid di daerah sekitar. Anak kos,
pasti suka mencari takjil gratis di masjid, eh. Ditambah lagi bonus kajian saat
ngabuburit. Bukan hanya perut yang kenyang saat berbuka, tapi belajar ilmu
agama juga menjadi bertambah, alhamdulillah.
Foto saat buka puasa bersama di salah satu masjid daerah Rungkut |
Saat sahur,
kami berdua menyiapkan makanan sahur sedari malam. Entah membeli makanan lewat
aplikasi atau sekedar membeli sate atau nasi goreng di pintu masuk komplek yang
lumayan jauh. Sederhana, karena memang kami berdua tidak rewel perihal makan. Asal
halal dan thoyyib, insyaAllah kami lahap dengan hati senang, eh.
Foto saat sahur di kos, nasi doang :v |
Perihal
tarawihpun menjadi kenangan indah, saat kami berdua tergopoh-gopoh mengayuh
sepeda ke masjid di ujung komplek. Mayoritas penduduk komplek adalah warga non-islam,
sehingga masjid di komplek hanya ada 1 dan berada di paling ujung. Kebetulan juga
lumayan jauh dari komplek gang tempat kami tinggal.
Masjid dengan
luas yang cukup lebar dan interior yang cukup simple ini menjadi penuh ketika
waktu tarawih. Aku dan sahabatku selalu mendapat posisi di teras masjid karena
terlambat. Bersama anak-anak kecil, kami berdua sholat tarawih di teras masjid
komplek ini. Satu hal yang paling aku ingat saat tarawih hari pertama tahun
lalu adalah ketika seorang anak kecil di sampingku berkata, “Semoga aku kuat
sholat tarawih, ya Allah.” Jleb sekali
buat saya yang terkadang malas berangkat sholat tarawih.
Kenangan
ramadhan tahun lalu menjadi memori indah saat ini, ketika ramadhan harus #dirumahsaja
karena wabah yang sedang merajalela. Ramadhan tahun lalu yang seharusnya tidak
boleh disia-siakan begitu saja dengan peningkatan ibadah yang tidak signifikan.
Jika tahu tahun ini akan seperti ini, mungkin setiap insan akan memaksimalkan
ramadhan tahun lalu dengan baik. Masjid-masjid mungkin akan penuh bahkan super
penuh jika tahu ramadhan tahun ini sholat tarawih disarankan untuk dilaksanakan
di rumah saja. Benar saja, penyesalan selalu datang di akhir.
Ramadhan
tahun ini di rumah saja, bersama keluarga tanpa ada buka bersama alumni blaa,
blaa dan blaaa. Dari mulai makan sahur sampai makan buka puasa, hastagnya masih
sama #dirumahsaja.
Makan sahur
di rumah tanpa perlu susah payah berkeliling dahulu untuk membelinya, masakan
ibu sudah tersedia di meja makan. Berbukapun demikian, tidak perlu mencari
takjil gratis ke masjid-masjid. Masjid manakah yang masih membagikan atau
mengadakan buka puasa bersama di tengah wabah seperti ini? Tarawihpun demikian,
yang biasanya berbondong-bondong menuju masjid sampai kebagian posisi di teras,
saat ini hanya bisa melaksanakan tarawih di rumah saja bersama keluarga.
Ramadhan di kota rantau tahun
lalu vs ramadhan #dirumahsaja tahun ini, menjadi kenangan indah suatu saat
nanti, pun menjadi pengingat kapanpun itu. Bahwa waktu memang tak boleh
disia-siakan begitu saja tanpa ada perubahan. Dan momen ramadhan tahun ini,
semoga setiap insan bisa menjadi lebih baik dan baik lagi.
#inspirasiramadhan #dirumahsaja #flpsurabaya
#BERSEMADI_HARIKE-2
No comments:
Post a Comment