Saturday, November 2, 2019

Tidak ada yang sia-sia



Pertemuan kita bukanlah tanpa sebab, bukan pula kita yang menyengaja. Pertemuan kita adalah jalan terindah yang telah Allah gariskan dalam kehidupan kita.

Tak perlu heran mengapa kita berjumpa. Lalu hati terpaut satu sama lain. Cinta itu pun bukan kita yang minta. Cinta hadir beriringan dengan waktu selama kita bersama.

Jangan membenci perpisahan. Perpisahan terjadi atas kehendak masing-masing. Dalam menjaga hati dan diri agar tidak memaksa, apa-apa yang seharusnya belum dirasa.

Perpisahan kita, terjadi di atas kata sadar. Berlalu di antara rindu-rindu yang dipenjara. Waktu-waktu di mana kita bersama menjadi isak pahit tak berkesudahan.

Pertemuan kita tidak sia-sia, sayang. Rindu kita bekerja seperti seharusnya. Apalagi cinta, cinta kita tidak pernah salah.

Sayang, kita berpisah sementara yaa. Selamat berlayar di masing-masing kapal. Berjanjilah, kita akan bertemu lagi di pelabuhan. Aku menunggumu..

Jombang, 1 November 2019

Monday, April 22, 2019

Kenapa Langit Berwarna Biru?




"SEBUAH AWALAN"

Mungkin, bukan juga di perjalanan kali ini.

Ada saatnya aku mulai kembali berjalan, berjalan menemui masa depan yang masih abu. Sempat kukira akan berhenti di perjalanan kali ini, sempat pula kuduga, perjalanan sudah akan berakhir. Nyatanya, Tuhan belum menyetujui langkah ini terhenti.

Singkat cerita, kutemui lelaki bernama Mas Biru. Lelaki bertinggi sekitar dua jengkal lebih tinggi dariku ini suka sekali menghibur. Meskipun kutahu, dia bukan pelawak. Namun cukup nyaman aku dibuat tertawa lebar oleh celotehnya yang cerdas. Dia pun bukan seorang dosen yang menyampaikan banyak ilmu baru, namun sudah cukup bertambah pengetahuanku mengenai hidup dari nasehatnya yang selalu bijak. Sungguh, aku tidak berlebihan memujinya, nyatanya memang dia benar-benar seperti yang kuharapkan saat itu, kurasa saat ini pun “masih”.

Mas Biru senang sekali memberikanku wejangan-wejangan ringan, yang nyatanya selalu masuk dalam logika dan mengalahkan ego di dada. Kudengar baik-baik setiap masukannya, meskipun terkadang sedikit kucela dengan argument pribadi. Pada akhirnya tetap, dia memenangkan perdebatan dan aku hanya bisa manggut-manggut menerima setiap masukan. Awalnya, kukira dia salah, nyatanya, aku yang salah karena emosi masih menyala.

Hal-hal seperti itu yang semakin hari semakin membuatku nyaman bersahabat dengan Mas Biru. Aku menerima setiap nasehat, tutur kata, kesabaran, lelucon yang dia sampaikan. Aku menyukai semua. Hingga pada akhirnya, akupun mulai menyadari jika jantungku berdegub semakin kencang ketika bertemu Mas Biru.

Awalnya kukira kelaparan, sehingga tubuhku gemetar dan hati berdebar. Nyatanya, seseorang membisikiku dengan lembut,

“Kamu jatuh cinta sama Mas Biru, kan?”

Kuusir jauh-jauh seseorang yang membisiki kalimat menjijikan itu, mana mungkin aku jatuh cinta dengan sahabat sendiri. Aku nggak jatuh cinta sama Mas Biru kok, nggak mungkin!

Semakin hari, aku dan Mas Biru semakin akrab, semakin banyak hal kita bicarakan bersama. Remeh temeh sampai seserius pertemuan dengan Allah ketika mati nanti, selalu menghiasi obrolan tengah malam kami.

Apa saja kukeluh dan ceritakan kepada MasBiru. Aku ingin dia tahu keadaan dan bagaimana susahnya aku menghadapi hidup hari ini. Tenang, jangan bayangkan aneh-aneh! Hidupku tak sesusah itu. Aku hanya menceritakan kekesalan dalam bekerja ataupun lamanya menunggu jemputan bapak Gojek, itu sangat membosankan!

Kian lama kami menyadari hubungan yang sudah tidak sehat ini, kami tidak pacaran tapi kami saling memberikan perhatian. Kami tidak saling mengakui cinta, tapi dada kami saling berdebar ketika jumpa. Apakah namanya?

Betapa sayangnya Tuhan kepada kami, akhir kisah kami terpisah sendiri oleh takdirNya. Aku dan Mas Biru terpisah jarak dan menjalani kehidupan masing-masing. Kami tak lagi berpesan hingga larut malam, tak pula main bersama mengelilingi sudut kota yang tak pernah sepi ini. Kami hanya bertukar sapa ketika ada hal yang memang harus dibicarakan, selebihnya tidak!

Kisah ini mungkin seperti kisah pada umumnya, seorang wanita yang jatuh cinta pada lelaki yang memberinya perhatian lebih, namun ada satu hal yang membedakan kisah ini dengan kisah lain. Kalian tahu apa?

Aku dan Mas Biru sama-sama menyukai langit. Langit adalah pemandangan terindah bagi kami, hiburan terbaik, dan booster paling mudah dicari ketika sedih. Kami mencintai dan mengagumi langit sebagai ciptaanNya yang penuh tanda tanya. Salah satu tanda tanya itu adalah “Kenapa langit berwarna biru?”

Kalian tahu alasannya kenapa?

Aku dan Biru setuju untuk jawaban atas pertanyaan tersebut. Kami sepakat atas jawaban dari pertanyaan yang mungkin menurut kalian konyol. Namun bagi kami, pertanyaan itu adalah sebuah kunci masa depan. Kunci perjalananku untuk menemukan masa depan. Dan aku menemukan serpihan dari kunci untuk masa depan tersebut dari Biru.

“Kenapa langit berwarna biru, mas?” []

Monday, April 1, 2019

5 Moodbooster di FLP

Silatwil 2018 FLP Jatim di Sumenep, Madura

Hampir empat tahun sudah, FLP membersamai setiap pekanku dengan bermakna. Empat tahun berlalu, semangat FLP hadir dalam setiap napas dan langkahku untuk selalu berbagi dan berbagi. FLP mengajarkan semangat berbagi yang berbeda, bukan berupa materi, namun semangat berbagi inspirasi, pengalaman pun karya-karya yang pandai memainkan emosi. Karya-karya setiap anggota FLP yang diniatkan untuk dakwah Islam, menegakkan ajaranNya yang sempurna.

FLP atau Forum Lingkar Pena, merupakan rumah yang hangat bagi setiap orang yang mencintai literasi. FLP membuka pintu secara lebar dengan sambutan yang hangat bagiku saat pertama kali bergabung pada tahun 2015. Jabat tangan serta pelukan bak kakak ke adik, ibu ke anak, atau pun guru ke siswanya, meyakinkanku bahwa rumah ini yang selama ini kucari. Rumah FLP yang menjadi tempatku berproses sampai di titik saat ini, titik dimana aku yakin, aku akan berjuang untuk literasi dan akan berbagi melalui literasi.




Sedikit cerita akan kusampaikan tentang 5 moodbooster atau 5 hal yang membuatku bertahan di FLP sejak tahun 2015 sampai sekarang. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

1.      Penulis-penulis ternama
Untuk kalian ketahui, yang pertama membuatku semangat dan bertahan di FLP adalah bisa ketemu penulis-penulis keren dan ternama di Indonesia, sebut saja Sinta Yudisia, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Kang Abik, Afifa Afra dsb. Hal ini menjadi semangat tersendiri karena setelah bertemu mereka, semangat menulis menjadi meningkat drastis. Yang biasanya ngeblog sebulan sekali, setelah ketemu mereka, bisa-bisa semangat ngeblog setiap hari. Yang biasanya malas mengirim tulisan ke media masa, bisa jadi rajin bahkan rutin mengirim setiap pekannya, termuat atau tidaknya, urusan belakang.

2.      Agenda rutin yang keren
Agenda rutin FLP itu seambrek, enggak pernah sepi. Mulai dari agenda nasional sampai cabang setiap empat tahun sekali, setahun sekali, bahkan setiap pekan, selalu dinanti-nanti oleh setiap anggotanya. Misalnya saja anggota Munas FLP setiap empat tahun sekali, setiap cabang akan berlomba-lomba mengirimkan delegasinya untuk hadir dan meramaikan agenda penting ini. Kedua, agenda Writing Camp FLP Jatim yang rutin diadakan setiap tahunnya, agenda ini juga selalu dinanti dan menjadi wadah silaturahmi seluruh anggota FLP yang ada di Jawa Timur. Terakhir, yang tidak kalah keren adalah agenda rutin FLP Cabang, contohnya Cabang Jombang nih. FLP Cabang Jombang rutin mengadakan pertemuan kelas menulis setiap pekannya, yakni di hari Jum’at sore.

Musyawarah Wilayah FLP Jawa Timur di Ngawi


3.      Sahabat-sahabat penulis dari seluruh kota di Indonesia
Ketiga, yang membuatku bertahan sampai sekarang di FLP adalah bertemunya aku dengan sahabat-sahabat baru yang semuanya penulis dari seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan FLP yang cepat hingga pelosok kota di seluruh Indonesia, membuat FLP mempunyai tingkatan organisasi dari nasional hingga ranting. Hal ini membuat FLP semakin dekat dengan masyarakat dan menjadi organisasi bernaungnya para calon penulis dan pejuang literasi. Di setiap agenda-agenda FLP, bertemu sahabat-sahabat literasi menjadi moodbooster tersendiri. Kami saling berbagi inspirasi dan jejak perjuangan literasi di masing-masing cabang ataupun ranting. Diskusi inilah yang menghidupkanku untuk selalu semangat dan bertahan di FLP.




Musyawarah Nasional 2017 FLP di Bandung

4.      Tiga pilar FLP
Tiga pilar FLP yakni Keislaman, Kepenulisan, dan Keorganisasian menjadi cambuk tersendiri bagi saya untuk selalu menulis dan menulis. FLP mengajarkan setiap anggotanya untuk selalu menerapkan prinsip Islam dalam kehidupan sehai-hari, termasuk menulis. Nilai-nilai Islam tidak boleh hilang dari karya-karya yang telah atau akan kita buat. Setiap karya FLP berasaskan dakwah, dakwah bil qalam. Bahwa pena kita adalah sarana kita untuk menyebarkan agama dan ajaranNya, yakni Islam.

Kedua, kepenulisan. FLP sebagai forum berkumpulnya orang-orang pejuang literasi, menjadi fokus tersendiri untuk sabar membersamai calon-calon penulis dalam setiap prosesnya. Hal ini yang membuatku betah dan bertahan bersama FLP Jombang sampai sekarang. Tidak ada kata lelah untuk kami sesame anggota saling mengoreksi karya satu sama lain. Ide-ide semakin bermunculan dan semangat menulis bertambah.

Terakhir adalah keorganisasian. FLP melatih setiap anggotanya untuk cakap dalam mengorganisir suatu forum dengan baik. Bagaimana cara memimpin setiap individu dengan karakter yang berbeda-beda pun kemauan yang pasti berbeda pula. Bagaimana berinteraksi dengan masyarakat atau teman satu kepengurusan, nilai-nilai ini pun diterapkan di FLP.

Open Recruitmen FLP Jombang 2017


5.      Challenge yang super seru
             Nah, terakhir nih, yang membuatku bertahan di FLP adalah selalu ada challenge seru untuk diikuti setiap anggotanya. Challenge ini tergantung kreatifitas masing-masing pengurus dalam mengemasnya, misalnya saja tantangan membaca atau reading challenge. Tantangan ini mengharuskan setiap pesertanya untuk membaca minimal 5 lembar setiap harinya. Jika tidak membaca satu kali maka akan diberikan peringatan pertama, begitupun hingga peringatan ketiga yang artinya peserta tidak dapat melanjutkan challenge alias gugur.

Kelima hal diatas adalah pengalaman pribadiku selama bergabung di FLP selama empat tahun ini. Kelima hal tersebut juga selalu aku motivasi agar semangat menulisku terjaga alias enggak tergantung mood. Kelima hal tersebut juga yang membuatku semakin percaya diri bahwa memang disinilah aku menemukan diriku yang sebenarnya. Tarwiya yang mencintai literasi dan akan berjuang bersama FLP untuk literasi Indonesia lebih baik. Salam Literasi!

Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba blog dari Blogger FLP pada rangkaian Milad FLP ke 22 tahun.



#BloggerFLP #KuotakanMauMu #BloggerFLPxSF7

Sunday, March 17, 2019

Datang



Kemacetan kota pagi ini, menjadi pemandangan utama. Riuh, rusuh dan debu asap kendaraan memudarkan pandangan mata yang sudah merah akibat begadang semalam, tak sabar menemuimu hari ini. Kamu tau, kenapa aku bisa jauh-jauh datang ke kota ini? Semua tersebab aku ingin menuntaskan rindu kita!

Aku datang dengan mimpi untuk menyelesaikan rindu. Bersama angan dan harap dapat lebih menggenggamu semakin erat. Memutus jarak berkilo-kilo meter yang selama ini memisah raga. Aku datang untukmu. 

Kata-katamu yang kini sudah bercecer di jalanan kota, melambung jauh dari kenyataan awal yang kamu ucap. Kutipanmu tak sama, nasehatmu bicara alpa. Untuk apa berbicara dan memerintah, jika kamu pun belum melakukannya? Bolehkah kusebut kamu munafik tiada dua? 

Di tengah kota, aku menemuimu bersama tawa dari bibir yang lainnya. Ku kira aku satu-satunya! Nyatanya, aku salah satu wanita diantara yang lainnya. Aku yang entah keberapa, yang jelas bukan yang pertama. 

Aku datang dengan tawa dan suka, melihatmu tertawa namun dengan yang lainnya. Jauh-jauh aku datang, untuk sebuah penyesalan. 


Surabaya, 12 Maret 2019
Tarwiya Ulfah